SENDIRI TERNYATA MENYAKITKAN

Tulisan ini dikirim oleh Umar Azmar Mahmud Farig (Fakultas PMH 06, UIN Alauddin) melalui e-mail.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hidup merupakan sebuah keharusan bagi siapapun yang telah lahir, apapun bentuknya, bagaimanapun beratnya, menjalaninya adalah sebuah kewajiban. Dalam berbagai pola lingkungan, kelahiran telah terjadi dan menyambut manusia baru untuk dibentuk menjadi bagian dari antaranya. Dinantikan dengan beragam rasa dan prasangka, lingkungan sekitar tetap akan ada dan menemani. Beragam literatur menjelaskan akan pentingnya hal ini (lingkungan sekitar) sebagai perancang pola fikir seseorang sejak awal hidupnya hingga akhirnya melihat dan mengenal beragam lingkungan lain. Mulai dari yang sering kita dapatkan kelahiran manusia baru yang disambut dengan penuh kegembiraan dan perayaan sampai dengan yang begitu kejam. Kelahiran yang tidak diharapkan, entah dikarenakan hubungan diluar nikah, atau masalah jenis kelamin yang tidak direncanakan, sebagaimana sejarah yang menceritakan hal ini.

Berjalan adalah sunnah bagi yang memulainya, hukum ini berlaku bagi siapa dan apapun bentuknya. Setiap makhluk lahir dengan kemerdekaan dan fitrah yang masing-masing mereka bawa. olehnya itu, kata sunnah merupakan yang Paling tepat dalam pemberlakuan hukum diatas. Sejak menghirup oksigen pertamanya manusia memiliki hal dengan yang lainnya sebagaai modal mengarungi susah senangnya hidup. Tak jarang kita temukan dalam hidup ini beberapa yang mengakhirinya dan tidak lagi berjalan. Ekonomi, social, politik, atau apapun alasannya sering kita dengar sebagai sebab dari terjadinya permasalahan ini. Dalam beragam pola yang biasanya saya fikirkan, alami, dan telah arungi sendiri sebagaimana manusia lainnya, perkara ini kerap singgah dikepala saya dan ingin coba saya lakukan, hingga akhirnya coretan ini dapat anda baca sebelum hal tersebut terjadi.

Namun bila kembali dikaji, pemberhentian sunnah yang biasa dilakukan oleh beberapa orang tersebut pada fitrahnya bukanlah mengenai permasalahan ekonomi, social, maupun politik. Melainkan keterasingan mendalam yang bersumber dari kelas-kelas yang terjadi dalam kasta bermasyarakat. Dalam pembahasan inilah peran ekonomi, social, dan politik yang dimainkan oleh beberapa orang saja menempati posisi kunci stasiun kehidupan. Semakin jauh jarak antara kelas-kelas tersebut terbentang membawa kehidupan bermasyarakat membutuhkan tumbal keberadaannya. Dan tibalah masa dimana beberapa kaum terpinggirkkan dalam kesendirian, kesepian dalam gelap, hingga akhirnya kehilangan ruang gerak.

Meski bukan lahir dari kondisi lingkungan yang tidak menerima kelahiran ataukah jenis kelamin yang diharapkan pola berkehidupan masyarakat umumnya mengecoh. Keberadaan yang disambut dengan kegembiraan dan segala macam perayaan menjadikan kita tidak mampu melihat ganasnya kehidupan. Kasih sayang kedua orang tua membelenggu kita dalam kenikmatan hidup tiada tara dan melupakan fitrah akan kebutuhan berpasangan dan dihargai akan usaha sendiri. Hingga pada waktunya tiba, satu persatu keindahan bersama yang menjemput kita diawal kehidupan menghilang, manusia baru silih berganti bermunculan dihadapan kita. Kemandirian menjadi jawaban, belajar menjadi pekerjaan tiada henti akan tuntutan masa depan dan persaingan yang begitu ganas. Semuanya begitu keji, tidak ada lagi kasih sayang seperti dulu, segalanya butuh dan mengharuskan untuk direbut entah ekonomi, social, politik atau apapun bentuknya.

Perginya kasih sayang yang menjemput kita diawal kehidupan dan perhatian dengan sukarela diberikan kedua orang tua dan kehidupan sekitar, menjadikan kesendirian masalah terberat yang dengannya tindakan apapun bisa saja terjadi. Sebagaimana sudut pandang pria normal pada umumnya, hal terindah yang memiliki posisi strategis dalam mengisi kesendirian adalah wanita. Takdir menggariskan bahwa kehadirannya menjadikan diri bak terlahir kembali dengan sambutan yang penuh akan kegembiraan, lantunan suaranya menjadi pengganti yang tepat akan perhatian yang dengan sukarela diberikan kedua orang tua semasa hidup.

Namun, apajadinya bila sipenawar segala duka kerap tak datang dan mengunjungi kami yang kurang tampan, yang mencoba bahagia dengan penawar lain yang bukan pemilik sentuhan yang menjadikan diri bak terlahir kembali dan merasakan sambutan kegembiraannya. Hanya mampu berharap dan terus menunggu, memaksakan diri untuk tetap yakin bahwa diluar sana selalu ada yang menanti kami. Dalam islam segala bentuk kedekatan terhadap hal ini memiliki batasan, bahkan untuk melihat saja kami para keturunan bani Adam diperintahkan untuk menunduk.

Salahkah kami ?, yang senantiasa mencoba mematuhi peritah rindu akan wanita……
Salahkah kami ?, yang kurang tampan ingin memperbaiki keturunan bersama yang menawan….
Mungkinkah takdir keliru dalam menetapkan hal ini ?


Realitas hari ini mengangkat bahwa kedekatan lintas kelamin bukan sebatas ta’aruf. Umumnya wanita hari ini menginginkan pendekatan sebagai awal dari kedekatan bukan pernikahan. Mereka senantiasa menuntut akan pengenalan atau mungkin lebih tapatnya pemberitahuan kekuatan materi yang dapat menjamin masa depan layak dan sebagai kebanggaan dimuka umum. Hingga bila mereka tak dapat menerima kekurangan dibidang materi dan tidak pula sebagai kebanggaan dimuka umum tidak akan ada peluang bagi para lelaki mendapat penawar duka dalam kesendiriannya, kemudian teori cinta tak harus saling memiliki menjadi penyelesaian pamungkas dalam perkara ini.

Begitu kerasnya persaingan auter beauty saat ini menjadikan kami yang tergolong dibawah standar dalam pembahasan yang dimaksud kian tersudutkan. Kalaupun kiranya pengkajian tentang pentingnya peranan inner beauty marak dibahas dan diliteraturkan, wanita nyatanya tidak memerlukan hidupnya pria dengan kualitas ketampanan yang rendah. Kenyataan ini mengharuskan kami untuk tetap dalam kesendirian, kesepian dan terbatas ruang gerak. Bukankah semua ini menyakitkan ?

Ketika persaingan mempersiapkan masa depan yang lebih baik mengharuskan mandiri dan belajar tiada henti sebagai jawaban ideal, sendiri adalah muara ketenangan yang menjadikan kualitasnya jauh lebih mendekati kesempurnaan. Namun, seiring dengan perkembangan fitrah seorang pria dewasa normal yang membutuhkan wanita sebagai pendamping dengan aura kasih sayang yang melebihi pemberian sahabat lelaki. Sungguh ironis ketika kewajiban alur hidup ini menggejolak dan disambut dengan pola pikir wanita hari ini. Mereka membutuhkan kadar tampan yang dapat dibanggakan, “nyambung” ketika diajak bicara (asik), dan dengan kekuatan materi diatas rata-rata sebagai penopang. Dimana tempat mereka yang memilki kadar tampan rendah, meski dengan fitrah yang begitu kuat menjadikan para pria memberanikan diri bicara didepan wanita dengan harapan dianggap asik, namun tak jarang pula ditemukan mereka yang tergeserkan akibat persaingan meski “keki” bila berhadapan dengan wanita, dan pada umumnya mereka yang tidak menghadirkan kekuatan materi sebagai penopang style masa kini.

Haruskah hanya kaum wanita yang didatangi…..
Benarkah kesetaraan jenis kelamin menjadi hal utama hari ini….
Akankah mereka berubah dan sedikit ingin melihat kami yang terjatuh…
Sepertinya takdir memang keliru…..


Mereka terlalu angkuh, tidak pernah terbersit dalam fikirannya untuk melirik kami yang rendah dan jauh dari kriterianya. Mempersulit, sepertinya kata yang tepat jika ditempatkan dalam tingkah wanita hari ini menghadapi lelaki rendah. Beberapa kasus membuktikan kemapanan materi selalu menjadi ujian terberat melepaskan diri dari belenggu kesendirian. Keadaan kian menyudutkan, sesak rasa jiwa ini manakala dorongan alamiah bertarung dengan realitas kehidupan. Seharusnya seperti yang diharapkan hukum alam mereka tercipta untuk kami begitupun sebaliknya, akan tetapi satu diantara pelaku hukum mereka berkhianat, tinggalkan kami sendiri kesepian dan dengan ruang gerak yang terbatas. Kami terjebak, dikhianati dan ditinggalkan sendiri, merana dan menyudutkan diri dalam kegelapan, kian menyempit dan menyesatkan, kami kesakitan berteriak namun diacuhkan hingga akhirnya berontak dan nyatakan KAMI MENGGUGAT WANITA.



Artikel yang berhubungan



8 comments:

Unknown,  Mengatakan... 14 Juni 2009 pukul 12.21  

bagus sobat artikelnya...salam sukses aja

Wildan Arief,  Mengatakan... 14 Juni 2009 pukul 16.23  

waahh.. pengen tuh ta'aruf...
kayak nya udah bnyk contoh sukses nya.. heheheh...
drpd ngikut cewe jaman skrg kbnykn aneh2.. hho

Yudie,  Mengatakan... 15 Juni 2009 pukul 10.38  

wadddoowwww.... lama ngilang tiba-tiba postingnya berat eeuuyyyy.... tapi bagus dan mantab sob...

oke deh..welcome back to blogosphere yaaaa....

HPK UIN ALAUDDIN,  Mengatakan... 16 Juni 2009 pukul 12.40  

to all: makasih yah sob...moga2 dengan postingan ini HPK bisa ngeblog lagi...!!!!!

oh yah sob klo da kritik atau saran akan artikel diatas tolong dikomentari yah sob...untuk lanjutan penulisan berikutnya...hehehe!!

HAPIA Mesir,  Mengatakan... 16 Juni 2009 pukul 14.10  

sendirian????!!!!

Nabi Adam diciptakan tak sendiri karena Allah mengetahui bahwa dia butuh seorang teman setia...yg selalu menemaninya dan membantunya....dialah hawa....

rae_zen,  Mengatakan... 16 Juni 2009 pukul 14.12  

semoga kesendirian ini tak berlanjut menyakitkan....semoga sakit ini segera terobati....tak ada yg dapat mempermudah perkara ini kecuali Allah....

hero,  Mengatakan... 16 Juni 2009 pukul 14.43  

Kalau kamu Punya Talenta gabung di Lime Exchange

Oemark Al-Faroeq,  Mengatakan... 18 Juni 2009 pukul 14.44  

dialektika dari penciptaan hawa itu atas permintaan adam loh..... bukankah hawa sendiri tercipta dari tulang rusuk adam ????? mungkinkah hawa dapat tercipta sebelum tulang rusuk itu sendiri ada ???.....

Posting Komentar

..:: Bisnis ::..

..:: Postingan Terbaru ::..

..:: Komentar ::..

  © hpk_uin@yahoo.com Template by Ourblogtemplates.com 2008

Kembali ke: