Wakaf, Tradisi Sejak Zaman Nabi

Dikembangkan sejak tahun kedua hijriah, wakaf menjadi salah satu mesin pendorong kesejahteraan umat.

Dalam sejarah Islam, wakaf dikenal sejak masa Rasullah SAW. Wakaf disyariatkan setelah Nabi SAW berada di Madinah, pada tahun kedua Hijriah.

Ada dua pendapat yang berkembang di kalangan ahli yurisprudensi Islam (fuqahai) tentang siapa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf. Menurut sebagian pendapat ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Rasulullah SAW ialah wakaf tanah milik Nabi SAW untuk dibangun masjid.

Pendapat ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Umar bin Syabah dari Amr bin Sa’ad bin Mu’ad, ia berkata: ”Dan diriwayatkan dari Umar bin Syabah, dari Umar bin Sa’ad bin Mu’ad berkata, Kami bertanya tentang mula-mula wakaf dalam Islam? Orang Muhajirin mengatakan adalah wakaf Umar, sedangkan orang-orang Anshor mengatakan adalah wakaf Rasulullah SAW.” (Asy-Syaukani: 129).

Rasulullah SAW pada tahun ketiga Hijriyah pernah mewakafkan ketujuh kebun kurma di Madinah; diantaranya ialah kebun Airaf, Shafiyah, Dalal, Barqah dan kebun lainnya. Menurut pendapat sebagian ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf adalah Umar bin Khatab.

Sementara di Indonesia, menurut data yang dihimpun Departemen Agama RI, jumlah tanah wakaf di Indonesia mencapai 2.686.536.656,68 meter persegi (dua miliar enam ratus delapan puluh enam juta lima ratus tiga puluh enam ribu enam ratus lima puluh enam koma enam puluh delapan meter persegi) atau 268.653,67 hektar (dua ratus enam puluh delapan ribu enam ratus lima puluh tiga koma enam puluh tujuh hektar) yang tersebar di 366.595 lokasi di seluruh Indonesia.

Dilihat dari sumber daya alam atau tanahnya, jumlah harta wakaf di Indonesia merupakan jumlah harta wakaf tersebar di seluruh dunia. Dan merupakan tantangan bagi kita untuk memfungsikan harta wakaf tersebut secara maksimal sehingga tanah-tanah tersebut mampu mensejahterakan umat Islam di Indonesia sesuai dengan fungsi dan tujuan ajaran wakaf yang sebenarnya.

Jumlah tanah wakaf di Indonesia yang begtu besar juga dilengkapi dengan sumber daya manusia (human capital) yang sangat besar pula. Hal ini karena, Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar yang mayoritas penduduknya adalah Muslim. Oleh karena itu, dua modal utama yang telah dimiliki bangsa Indenesia tersebut semestinya mampu memfungsikan wakaf secara maksimal, sehingga perwakafan di Indonesia menjadi wakaf produktif dan tidak lagi bersifat konsumtif.

Belum lagi, potensi wakaf yang bersumber dari donasi masyarakat, atau yang biasa disebut wakaf uang (cash waqf). Jenis wakaf ini membuka peluang besar penciptaan bisnis investasi, yang hasilnya dapat dimanfaatkan pada bidang keagamaan, pendidikan dan pelayanan sosial. Wakaf jenis ini lebih bernilai benefit daripada wakaf benda tak bergerak, seperti tanah. Jika bangsa ini mampu mengoptimalkan potensi wakaf yang begitu besar itu, tentu kemakmuran dan kesejateraan masyarakat lebih terjamin.

Diungkapkan Mustafa Edwin Nasution, Wakil Ketua Badan Pelaksana Badan Wakaf Indonesia dan Yusuf Wibisono, wakil kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah FE UI bahwa potensi wakaf nasional relatif belum tergali dan belum dimanfaatkan secara optimal. ”Wakaf masih dikelola secara tradisional dan tidak efisien oleh nazhir individual yang direkrut bukan berdasarkan keahlian manajerial dan profesionalisme. Juga tata kelola yang buruk sehingga wakaf tidak produktif, berubah tujuan dan aset wakaf tidak terjaga bahkan hilang”, papar Mustafa.

Hal ini ditambah lagi kondisi miskonsepsi wakaf di mata masyarakat. ”Seperti wakaf hanya untuk kepentingan keagamaan saja, wakaf hanya bisa dilaksanakan dalam bentuk tanah saja. Juga wakaf diciptakan sebagai aset pribadi, bukan sebagai entitas hukum yang terus memproduksi barang dan jasa sosial”, kata Mustafa.

Wakaf uang

Istilah wakaf uang belum dikenal di zaman Rasulullah. Wakaf uang (cash waqf) baru dipraktikkan sejak awal abad kedua Hijriyah. Iman az Zuhri (wafat 124 H) salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar tadwin al-hadits memfatwakan, dianjurkan wakaf dinar dan dirham utnuk pembangunan sarana dakwah, sosial dan pendidkan umat Islam. Di Turki, pada abad ke 15 H paraktek wakaf uang telah menjadi istilah yang familiar di tengah masyarakat. Wakaf uang biasanya merujuk pada cash deposits di lembaga-lembaga keuangan seperti bank, dimana wakaf uang tersebut biasanya diinvestasikan pada profitable business activities. Keuntungan dari hasil investsi tersebut digunakan kepada segala sesuatu yang bermanfaat secara sosial keagamaan.

Pada abad ke 20 mulailah muncul berbagai ide untuk meimplementasikan berbagai ide-ide besar Islam dalam bidang ekonomi, berbagai lembaga keuangan lahir seperti bank, asuransi, pasar modal, institusi zakat, institusi wakaf, lembaga tabungan haji, dll. Lembaga-lembaga keuangan Islam sudah menjadi istilah yang familiar baik di dunia Islam maupun non Islam.

Dalam tahapan inilah lahir ide-ide ulama dan praktisi untuk menjadikan wakaf uang salah satu basis dalam membangun perekonomian umat. Dari berbagai seminar, yang dilakukan oleh masyarakat Islam, maka ide-ide wakaf uang ini semakin menggelinding. Negara-negara Islam di Timur Tengah, Afrika dan beberapa di Asia Tenggara sudah sejak dulu mengaplikasikannya. Lembaga pendidikan Islam sohor macam Al Azhar di Kairo, Mesir dikembangakan dengan praktik wakaf ini.

Sumber : Dialog Jumat Tabloid Republika, 17 Oktober 2008.
http://halaqohdakwah.wordpress.com



Artikel yang berhubungan



2 comments:

Unknown,  Mengatakan... 15 Maret 2009 pukul 12.31  

Artikelnya bagus sob...buat nambah ilmu nih

HPK UIN ALAUDDIN,  Mengatakan... 16 Maret 2009 pukul 06.01  

Makasih kawan..n terima kasih atas kunjungannya...!!!

Posting Komentar

..:: Bisnis ::..

..:: Postingan Terbaru ::..

..:: Komentar ::..

  © hpk_uin@yahoo.com Template by Ourblogtemplates.com 2008

Kembali ke: